Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis
yang dijatuhkan pengadilan
(atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas
seseorang akibat perbuatannya.
Tidak sedikit negara yang masih
memberlakukan hukuman mati untuk beberapa tindak pidana termasuk di Indonesia.
Apakah Indonesia
terlahir dengan memberlakukan hukuman mati? Apakah hal tersebut sesuai dengan
budaya luhur yang hidup dalam negara ini? Mari pikirkan kembali!
Studi ilmiah secara
konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati
membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survey yang dilakukan
PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktik hukuman mati dan
angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktik hukuman mati lebih buruk
daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana
pembunuhan. (wikipedia: hukuman mati)
Hukuman mati yang dikenal
dengan istilah pidana mati masih marak di Indonesia seperti dalam kasus
terorisme, narkotika, pembunuhan atau pembunuhan berencana, kejahatan politik,
dan lainnya.
Pidana mati adalah suatu
kebijakan atau tindakan yang tidak tepat apabila ditinjau dari perspektif Hak
Asasi Manusia. Dan Hak Asasi Manusia dijamin dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945.
Hak Asasi manusia secara khusus dibahas
dalam Bab XA UUD 1945. Dan terkait dengan pidana mati, pada Pasal 28A dikatakan
bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pasal itu kemudian
diperkuat pada Pasal 28I ayat (1) yang
mengatakan bahwa “Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Memang dalam Pasal 28J
ayat (2), “Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Adanya pasal itu, tidak
berarti pidana mati dibenarkan untuk diterapkan. Memberi hukuman dengan
melanggar Hak Asasi Manusia adalah suatu omong kosong. Terlebih dengan melanggar
ketentuan konstitusi yang merupakan hukum dasar dan tertinggi dalam hierarki
peraturan perundang-undangan.
Bagaimana
Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia menganggapi hal ini?
Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
Tentang HAM, dikatakan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, Pemerintahan, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Pada Pasal 2 ditegaskan bahwa “Negara Republik Indonesia mengakui dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak
yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus
dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peringatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 kembali
disebutkan Pasal 4 dalam Undang-Undang HAM. Dan Pasal 28J ayat (2) pada Pasal
70 UU HAM. Dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 pada Pasal 70 UU HAM.
Terkait Dengan Isu Pidana Mati Warga Negara Australia.
Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika masih dijumpai pidana mati. Seperti pada Pasal 113 ayat (2),
Pasal 114 ayat (2), Pasal 116 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), Pasal 119 ayat (2),
dan Pasal 121 ayat (2).
Pada Pasal 146 Undang-Undang ini,
disebutkan bahwa:
(1) Terhadap warga negara asing yang
melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika
dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,
dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Warga negara asing yang telah diusir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara
Republik Indonesia.
(3) Warga negara asing yang pernah
melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di
luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.
Indonesia adalah negara hukum. Setiap
pelaksanaan ketatanegaraan harus berdasarkan hukum. Terlebih dalam hal
penegakan hukum.
Pada Pasal 8 Undang-Undang HAM,
disebutkan bahwa “Perlindungan, pemajuan,
penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab
Pemerintah.” Dan selanjutnya pada
Pasal 71 disebutkan bahwa “Pemerintah
wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan
hak asasi manusia yang diatur dalam Undang- undang ini, peraturan
perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang
diterima oleh negara Republik Indonesia.”
Apakah “Pemerintah” dengan menjatuhkan pidana
mati pada terpidana narkoba dapat dikatakan menghormati Hak Asasi Manusia?
Melindungi, menegakkan ataupun memajukan Hak Asasi Manusia? Sangat disayangkan.
Dalam tatanan hukum, Indonesia masih
menganut asas hierarki. Peraturan yang lebih tinggi tidak dapat dikesampingkan.
Lalu bagaimana dengan Undang-Undang Narkotika dan atauran lainnya yang
mengancam keutuhan Hak Asasi Manusia yang diakui di hampir seluruh negara. Hak Untuk Hidup.
Konstitusi juga menjamin semua orang sama
dihadapan hukum. Pemerintah sebagai badan yang memiliki dua entitas. Sebagai
badan yang menjalankan tugas jabatannya dan sebagai individu yang mewakili
dirinya sendiri. Pemerintah patut dihadapkan dengan hukum dalam konteks
kegalalan dalam menghormati HAM yang dijamin oleh konstitusi keutuhannya.
Pertimbangan yang seharusnya dikaji oleh
Pemerintah adalah bagaimana menjaga hubungan diplomasi terhadap negara yang
tidak memberlakukan lagi pidana mati demi keutuhan Hak Asasi Manusia. Memandang
penjatuhan pidana mati yang dilakukan bahkan tidak sesuai dengan kontitusi
ataupun inkonstitusional.
Karena kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah terkait dengan HAM meliputi langkah implementasi yang efektif dalam
bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan
bidang lain. Termasuk menjaga hubungan diplomatik yang baik dengan
negara-negara sahabat. Bukankah pada pada pembukaan UUD 1945 Indonesia
menjunjung tinggi perdamaian dunia?
Pemerintah tidak dapat seenaknya
mengatas-namakan hukum dalam penegakan hukum. Padahal langkah yang diambil
adalah suatu yang salah. Pemerintah seharusnya memahami hukum sebelum
mengelurkan suatu aturan atau kebijakan. Terlebih Undang-Undang Dasar 1945 yang
merupakan perjanjian masyarakat. Pemerintah dengan masyarakat. Kalau terhadap hal
itu saja pemerintah tidak mampu, bagaimana masyarakat dapat mempercayai kinerja
pemerintah.
Dalam konteks lain, apabila masyarakat
Indonesia setuju dengan pemberlakuan pidana mati, maka cara terakhir adalah
mengubah atau mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945. Maka perdebatan internal
terkait dengan atauran-aturan yang tidak berdasar tidak akan terjadi.
Mari kita kaji kembali tatanan hukum
dalam negara kita tercinta ini!
Salam Damai! Merdeka!
No comments:
Post a Comment
Silahkan berikan komentar dengan baik!