Ulasan singkat tentang Polis Asuransi
sumber gambar: goldbank.co.id |
Polis asuransi adalah dokumen yang memuat kontrak antara pihak yang ditanggung dengan perusahaan asuransi. Ia dapat berupa secarik kertas kecil, suatu perjanjian singkat yang tidak rumit. Atau ia dapat pula berupa dokumen panjang yang jelimet yang tiga inci tebalnya. Akan tetapi, baik ia ringkas dan sederhana, maupun panjang dan kompleks, polis asuransi menyatakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak-pihak yang membuat kontrak itu.
Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD, perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 menetukan, polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apa pun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata, kata-kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya.
Berdasarkan ketentuan 2 (dua) pasal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dengan penanggung. Sebagai bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan asuransi.
Menurut A. Hasyimi Ali (1995:110), isi dari Polis Asuransi secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Syarat khusus dan janji khusus.
b. Hari dan tanggal pembuatan asuransi. Hal ini diperlukan untuk menentukan saat mulai berlaku asuransi. Selain itu juga untuk mengetahui asuransi yang terjadi lebih dahulu dalam hal terjadi asuransi rangkap. Hal ini penting jika terjadi perisiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian, yaitu penanggung mana berkewajiban membayar ganti kerugian.
c. Nama tertanggung untuk diri sendiri atau pihak ketiga. Hal ini penting dalam hubungan dengan ketentuan Pasal 264 dan Pasal 267 KUHD. Apabila asuransi diadakan untuk diri sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga, maka hal ini harus jelas diyatakan dalam polis.
d. Uraian mengenai objek polis. Dalam uraian ini harus dijelaskan objek asuransi yang diasuransikan, yaitu dalam hal asuransi jiwa harus dijelaskan semua tentang kesehatannya ataupun segala hal tentang raganya yang berkaitan dengan yang diasuransikan, sehingga kekeliruan atau salah pengertian tentang objek asuransi dapat dihindarkan.
e. Jumlah yang diasuransikan. Jumlah ini menunjuk kepada sejumlah uang. Perhitungan jumlah uang tersebut erat sekali hubungannya dengan nilai benda sesungguhnya dalam setiap asuransi.
f. Bahaya (evenemen) yang ditanggung. Bahaya atau peristiwa yang menjadi tanggungan penanggung harus dinyatakan dengan jelas dan tegas. Jika diperjanjikan dengan klausula, harus tegas dengan klausula apa, sehingga jelas sampai di mana batas tanggung jawab penganggung. Penanggung hanya bertanggung jawab terhadap bahaya (evenemen) yang telah dicantumkan di dalam polis.
g. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir.
h. Premi Asuransi. Ketentuan ini menyatakan kepastian besarnya jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung. Besarnya ditentukan dengan persentase dari jumlah asuransi ditambah dengan biaya-biaya lain, misalnya biaya materai dan biaya pialang. Cara pembayarannya biasanya dibayar lebih dahulu, sedangkan pada asuransi jiwa biasanya dibayar secara bulanan.
i. Semua keadaan dan syarat-syarat khusus.
b. Hari dan tanggal pembuatan asuransi. Hal ini diperlukan untuk menentukan saat mulai berlaku asuransi. Selain itu juga untuk mengetahui asuransi yang terjadi lebih dahulu dalam hal terjadi asuransi rangkap. Hal ini penting jika terjadi perisiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian, yaitu penanggung mana berkewajiban membayar ganti kerugian.
c. Nama tertanggung untuk diri sendiri atau pihak ketiga. Hal ini penting dalam hubungan dengan ketentuan Pasal 264 dan Pasal 267 KUHD. Apabila asuransi diadakan untuk diri sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga, maka hal ini harus jelas diyatakan dalam polis.
d. Uraian mengenai objek polis. Dalam uraian ini harus dijelaskan objek asuransi yang diasuransikan, yaitu dalam hal asuransi jiwa harus dijelaskan semua tentang kesehatannya ataupun segala hal tentang raganya yang berkaitan dengan yang diasuransikan, sehingga kekeliruan atau salah pengertian tentang objek asuransi dapat dihindarkan.
e. Jumlah yang diasuransikan. Jumlah ini menunjuk kepada sejumlah uang. Perhitungan jumlah uang tersebut erat sekali hubungannya dengan nilai benda sesungguhnya dalam setiap asuransi.
f. Bahaya (evenemen) yang ditanggung. Bahaya atau peristiwa yang menjadi tanggungan penanggung harus dinyatakan dengan jelas dan tegas. Jika diperjanjikan dengan klausula, harus tegas dengan klausula apa, sehingga jelas sampai di mana batas tanggung jawab penganggung. Penanggung hanya bertanggung jawab terhadap bahaya (evenemen) yang telah dicantumkan di dalam polis.
g. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir.
h. Premi Asuransi. Ketentuan ini menyatakan kepastian besarnya jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung. Besarnya ditentukan dengan persentase dari jumlah asuransi ditambah dengan biaya-biaya lain, misalnya biaya materai dan biaya pialang. Cara pembayarannya biasanya dibayar lebih dahulu, sedangkan pada asuransi jiwa biasanya dibayar secara bulanan.
i. Semua keadaan dan syarat-syarat khusus.
(Sumber: Ali, A. Hasyimi, 1993, Bidang Usaha Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta.)
No comments:
Post a Comment
Silahkan berikan komentar dengan baik!