Welcome

***Selamat datang di blog resmi Sofian Siregar*** Semoga blog ini bermanfaat. Mohon maaf kalau ada kata yang salah. Terimakasih telah berkunjung!

Saturday, February 7, 2015

Perizinan Lingkungan Hidup di Indonesia

A. Pendahuluan 

Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan udara. Tanah merupakan tempat manusia untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia . Untuk menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.

Lingkungan hidup di Indonesia perlu ditangani dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya yaitu adanya masalah mengenai keadaan lingkungan hidup seperti kemerosotan atau degradasi yang terjadi di berbagai daerah. Secara garis besar komponen lingkungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok biotik (flora darat dan air, fauna darat dan air), kelompok abiotik ( sawah, air dan udara) dan kelompok kultur (ekonomi, sosial, budaya serta kesehatan masyarakat).

B. Perizinan Lingkungan Hidup

Perizinan merupakan upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Mekanisme perizinan yaitu melelaui penerapan prosedur ketat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan.

Perizinan dalam pembangunan suatu kawasan dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu :
1.    Izin kegiatan atau sektor, merupakan persetujuan pengembangna kegiatan aktivitas sarana prasarana yang menyatakan bahwa aktivitas budidaya yang akan mendominasi kawasan apakah memang sesuai atau masih dibutuhkan atau merupakan bidang yang terbuka di wilayah tempat kawasan itu terletak. Izin ini diterbitkan oleh instansi pembina atau pengelola sector terkait dengan kegiatan dominan tadi. Tingkatan instansi ditetapkan sesuai aturan di departemen lembaga terkait. Pada dasarnya dikeluarkan dua tingkatan izin kegiatan sektor, yaitu :

a. Izin prinsip, merupakan persetujuan pendahuluan yang dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan izin lokasi. Bagi perusahaan PMDN atau PMA, surat persetujuan penanaman modal atau SPM untuk PMDN dan meninvest atau ketua BKPN atau surat pemberitahuan presiden untuk PMA digunakan sebagai izin prinsip.

b. Izin tetap, merupakan persetujuan akhir setelah izin lokasi diperoleh. Izin lokasi menjadi persyaratan, mengingat sebelum memberikan persetujuan final tentang pengembangan kegiatan budidaya, lokasi kawasan yang dimohon bagi pengembangan aktivitas tersebut telah sesuai. Selain itu, kelayakan pengembangan kegiatan dari segi lingkungan hidup harus telah diketahui melalui hasil AMDAL


2. Izin pertanahan merupakan persetujuan penggunaan tanah yang diawali dengan izin lokasi dan dilanjutkan dengan penertiban sertifikasi hak atas tanah. Izin ini meliputi:

a. Izin lokasi, merupakan persetujuan lokasi bagi pengembangan aktivitas atau sarana prasarana yang menyatakan kawasan yang dimohon pihak pelaksana pembangunan atau pemohon, sesuai untuk dimanfaatkan bagi aktivitas dominan yang telah memperoleh izin prinsip. Izin lokasi akan dipakai sebagai dasar dalam melaksanakan perolehan tanah melalui suatu pengadaan tertentu dan dasar bagi penggunaan hak atas tanah. 

Acuan yang sering digunakan dalam penertiban izin lokasi adalah :

i. Kesesuaian lokasi bagi pembukaan atau pengembangan aktifitas dilihat dari RTRW dan keadaan pemanfaatan ruang eksisting
ii. Bagi lokasi di kawasan tertentu, suatu kajian khusus mengenai dampak lingkungan pengembangan aktifitas budidaya dominan terhadap kualitas ruang yang ada, hendakna menjadi pertimbangan dini. Persyaratan tambahan yang dibutuhkan adalah surat persetujuan prinsip dan surat pernyataan kesanggupan member ganti rugi atau penyediaan tempat penampungan bagi pemilik yang berhak atas tanah yang dimohon.

b. Hak atas tanah, walaupun sebenarnya bukan merupakan perizinan namun dapat dianggap sebagai persetujuan kepada pihak pelaksana pembangunan untuk mengembangkan kegiatan budidaya di atas lahan yang telah diperoleh.
c. Macam hak yang akan diperoleh sesuai dengan sifat kegiatan budidaya dominan yang akan dikembangkan. Pada tingkat kawasan, hak yang diberikan umumnya bersifat kolektif tergantung sifat aktivitas dan budi dayanya.

3. Izin perencanaan dan bangunan meliputi :

a. Izin perencanaan merupakan izin pemanfaatan ruang yang sexxx, karena setelah izin lokasi menyatakan kesesuaian lokasi bagi pengembangan budidaya dominan. Izin perencanaan menyatakan persetujuan terhadap aktifitas budi daya rinci yang akan dikembangkan dalam kawasan. Izin pengembangan merupakan istilah lain yang digunakan oleh beberapa pemda
b. Izin mendirikan bangunan atau IMB merupakan izin bagi setiap aktifitas budidaya rinci yang bersifat hiasan atau bangunan jika akan dibangun. Perhatian utama diarahkan pada kelayakan struktur bangunan melalui penelaahan rancangan rekayasa bangunan; rencana tapak di setiap blok. Peruntukan (terutama banguna berskala besar) atas rancangan arsitek di setiap persil.

4. Izin lingkungan merupakan persetujuan yang menyatakan aktivitas budidaya rinci yang terdapat dalam kawsan yang dimohon ‘layak’ dari segi lingkungan hidup.
Izin ini meliputi:

a. Izin HO atau undang-undang gangguan, terutama untuk kegiatan usaha yang tidak memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup (bukan objek amdal).
b. Persetujuan rencana pengelolaan lingkungan atau RKL dan rencana pemanfaatan     lingkungan atau RPL untuk kawasan yang sifat kegiatan budidaya rinci yang berada dalamnya secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama berdampak terhadap lingkungan hidup.

Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki pemerintah, merupakan mekanisme pengendalian administrative terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

 Lingkungan biotik adalah segala makhluk hidup mulai dari organisme yang tidak kasat mata sampai pada hewan dan vegetasi raksasa yang terdapat dipermukaan bumi. Sedangkan lingkungan abiotik merupakan segala segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup yang bukan berupa organisme.
   
Adanya keinginan untuk mencapai sasaran pembangunan yang ideal ialah membentuk manusia Indonesia seutuhnya secara material dan spiritual. Setiap pembangunan perlu mengkaji komponen yang meliputi komponen biotik, abiotik dan kultur yaitu sebagai berikut:

1. Pembangunan berwawasan lingkungan. Merupakan pengelolaan sumber daya sebaik mungkin dengan pembangunan yang berkesinambungan serta peningkatan terhadap mutu hidup masyarakat. Sasaran pembangunan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pembangunan dapat menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhadap lingkungan. Kegiatan tersebut dapat bersifat secara alamiah, kimia maupun secara fisik.

2. Kualitas Lingkungan hidup. Yaitu dengan memperhatikan kondisi lingkungan hidup sekitar yang berhubungan dengan mutu hidup. Kualitas hidup dapat ditentukan oleh tiga komponen utama yaitu terpenuhinya kebutuhan untuk kelangsungan hidup hayati, terpenuhinya kebutuhan untuk kelangsungan hidup manusiawi dan terpenuhinya kebebasan untuk memilih. Lingkungan harus dijaga agar dapat mendukung terhadap kualitas berupa tingkat hidup masyarakat yang lebih tinggi. Lingkungan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sumber daya serta mengurangi zat pencemaran dan ketegangan sosial terbatas. Batas kemampuan itu disebut daya dukung. Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup, daya dukung lingkungan ialah kemampuan suatu lingkungan untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Biolog lingkungan atau yang biasa dikenal dengan ekologi adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang mempunyai hubungan erat dengan lingkungan. Ekologi berasal dari kata oikos yang berarti rumah tangga dan logos yang mempunyai arti ilmu pengetahuan. Jadi, ekologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan keadaan lingkungannya yang bersifat dinamis. Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya sangat terbatas terhadap lingkungan yang bersangkutan, hubungan inilah yang disebut dengan keterbatasan ekologi. 

Dalam keterbatasan ekologi terjadi degradasi ekosistem yang disebabkan oleh dua hal yaitu peristiwa alami dan kegiatan manusia. Secara alami merupakan peristiwa yang terjadi bukan karena disebabkan oleh perilaku manusia. Sedangkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia yaitu degradasi ekosistem yang dapat terjadi diberbagai bidang meliputi bidang pertanian, pertambangan, kehutanan, konstruksi jalan raya, pengembangan sumber daya air dan adanya urbanisasi.

C. Bagaimana Kaitan Perizinan Lingkungan Hidup dengan UU No. 32 Tahun 2009

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 ini terdiri dari 17 BAB dan 127 Pasal yang mengatur secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (selanjutnya disingkat UUPPLH). Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPLH) dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan. 

Beberapa point penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:

1.    Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
2.    kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3.    Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4.    Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup, Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
5.    Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
6.     Kepastian dalam merespon dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
7.    Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
8.    Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
9.    Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif;
10.    Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil lingkungan hidup.

Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang dimaksud Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam undang-undang tersebut meliputi:

1.    Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana  Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
2.    Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alam yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam Undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
3.    Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
4.    Dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain: KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup), UKL-UPL (Upaya Kelola Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan), perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/ atau perkembangan ilmu pengetahuan.
5.    Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/ atau pelestarian fungsi atmosfer.
6.    Aspek pengawasan dan penegakan hukum, meliputi:

♣    Pengaturan sanksi yang tegas (pidana dan perdata) bagi pelanggaran terhadap baku mutu, pelanggar AMDAL (termasuk pejabat yang menebitkan izin tanpa AMDAL atau UKL-UPL), pelanggaran dan penyebaran produk rekayasa genetikan tanpa hak, pengelola limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) tanpa izin, melakukan dumping tanpa izin, memasukkan limbah ke NKRI tanpa izin, melakukan pembakaran hutan,
♣    Pengaturan tentang pajabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) dan penyidik pengawai negeri sipil (PPNS), dan menjadikannya sebagai jabatan fungsional.
Selanjutnya, pengaturan tentang sanksi pidana tidak jauh berbeda bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana yang ada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup  dibandingkan dengan undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup tetap tindak pidana  dibagi dalam dalam delik materil maupun delik materil.
Cuma dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 pengaturan pasal lebih banyak pasal sanksi pidananya bila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 hanya ada enam pasal yang menguraikan masalah sanksi pidana dalam kaitannya dengan tindak pidana lingkungan (Pasal 41 sampai dengan Pasal 46). 

Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 ada 19 Pasal (Pasal 97 sampai dengan Pasal 115).  Jika diamati dan dibadingkan pengaturan Pasal tentang sanksi pidana terhadap tindak pidana lingkungan dalam UUPPLH lebih terperinci jenis tindak pidana lingkungan, misalnya ada ketentuan baku mutu lingkungan hidup, diatur dalam pasal tersendiri tentang pemasukan limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (selanjutnya disingkat B3), masalah pembakaran lahan, dan penyusunan AMDAL tanpa sertifikat akan dikenakan sanksi pidana.  Atau dengan kata lain pengaturan sanksi pidana secara terperinci dalam beberapa pasal.
Tindak pidana yang diperkenalkan dalam UUPPLH juga dibagi dalam delik formil dan delik materil. Menurut Sukanda Husin (2009: 122) delik materil  dan delik formil dapat didefensikan sebagai berikut:

1.    Dellik materil  (generic crime) adalah perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau  perusakan lingkungan hidup yang tidak perlu memerlukan pembuktian pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti izin.

2.    Delik formil (specific crime) adalah perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukum administrasi, jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi cukup dengan membuktikan pelanggaran hukum administrasi.

Berikut ini dikutip beberapa delik materil yang ditegaskan dalam UUPPLH yang disesuaikan dengan beberapa kejahatan yenga berkaitan dengan standar baku kebiasaan terjadinya pencemaran lingkungan yaitu:

Pasal  105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara kesatua republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf c dipidana dengan penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua belas tahun dan  denda paling sedikit Rp 4.000.000.000 dan paling banyak Rp. 12.000.000.000.

Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat 1 huruf d dipidana dengan penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan  denda paling sedikit  Rp 5.000.000.000 dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.

Pasal 107
Setiap orag yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pasal 69 ayat 1 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan  denda paling sedikit Rp 5.000.000.000 dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.

Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat 1 huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga belas tahun dan  denda paling sedikit Rp 3.000.000.000 dan paling banyak Rp. 10.000.000.000.
Sementara, yang termasuk dalam delik formil, sebagai tindak pidana yang harus didasarkan pada persyaratan administratif dari perusahaan atau individu itu bertindak dan patut diduga melakukan tindak pidana terhadap lingkungan  juga dapat dilihat dalam beberapa pasal seperti:

Pasal 98
Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun  dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000 dan paling banyak Rp.10.000.000.000.

Pasal 102
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat 4, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000 dan paling banyak Rp. 3.000.000.000

Hal yang membedakan dengan UUPLH dan UUPPLH adalah pada sanksi pidana dendanya yang bukan lagi dalam hitungan jutaan rupiah tetapi dinaikkan menjadi standar miliaran rupiah. Dalam undang-undang yang baru tersebut, juga diatur masalah pertanggujawaban pidana bagi korporasi, yang selanjutnya dapat dikenakan kepada yang memerintah sehingga terwujud tindak pidana pencemaran lingkungan, tanpa memerhatikan terjadinya tindak pidana itu secara bersama-sama (vide: Pasal 116 ayat 2). Pengaturan yang berbeda juga dapat diamati pada peran kejaksaan yang dapat berkoordinasi dengan  instansi yang bertanggung jawab dibidang perlindungan hidup untuk melaksanakan eksekusi dalam melaksanakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib (vide: Pasal 119 dan Pasal 120)

Kesimpulan

Perizinan lingkungan hidup merupakan upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Mekanisme perizinan yaitu melelaui penerapan prosedur ketat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan.
Karena penyebab terjadinya masalah lingkungan hidup adalah adanya kegiatan masyarakat seperti pembuangan limbah pabrik, sampah dari rumah tangga, penebangan dan kebakaran hutan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap sungai dan laut, tanah, hutan sehingga banyak flora dan fauna yang punah.

Daftar Pustaka

Andi Hamzah, Penegakam Hukum Lingkungan, (jakarta: Sinar Grafika, 2005)
AlviSyahrin, ketentuan dalam UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Cetakan PT. Sofmedia, 2011
http://www.negarahukum.com/hukum/tindak-pidana-lingkungan-hidup.html

No comments:

Post a Comment

Silahkan berikan komentar dengan baik!